Sunday, June 15, 2025

KERAJAAN MELAYU DELI

KERAJAAN MELAYU DELI

Kerajaan Melayu Deli adalah sebuah kerajaan Melayu yang pernah berdiri di wilayah Sumatera Timur, khususnya di daerah yang sekarang menjadi bagian dari Medan, Sumatera Utara. Kerajaan ini memiliki peran penting dalam sejarah dan perkembangan budaya Melayu di kawasan tersebut.
didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli yang mana Raja dinobatkan oleh Datuk Sunggal (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Pulau Sumatra, Republik Indonesia). Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.

Berikut adalah ringkasan sejarah Kerajaan Melayu Deli:
1. Asal Usul dan Pendiriannya

Kerajaan Deli berasal dari pecahan Kesultanan Aceh. Sekitar awal abad ke-17, wilayah Sumatera bagian timur, termasuk Deli, berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam.

Pendiri Deli adalah Tuanku Gocah Pahlawan, seorang bangsawan keturunan India–Arab yang diutus oleh Sultan Aceh untuk mengatur wilayah Deli.

Ia diangkat sebagai penguasa pertama Deli sekitar tahun 1630 dengan gelar Laksamana Raja di Laut.
Menurut Hikayat Deli, seorang pemuka Aceh bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam Kesultanan Aceh. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudera Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah Sungai Lalang-Percut.
Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun 1632. Setelah Dalik meninggal pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Kota Medan.

Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 1720 menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya Kesultanan Serdang. Setelah itu, Kesultanan Deli sempat direbut Kesultanan Siak dan Aceh.
Setelah kekuasaannya menguat dan Aceh mulai melemah, Deli perlahan-lahan menjadi lebih otonom dan akhirnya menjadi kerajaan sendiri.


2. Perkembangan dan Kemakmuran

Pada abad ke-18 hingga ke-19, Kerajaan Deli mengalami perkembangan pesat:

Deli menjadi kerajaan kaya karena perkebunan tembakau yang sangat terkenal, terutama Tembakau Deli yang berkualitas tinggi dan diekspor ke Eropa.

Banyak pengusaha Belanda yang berinvestasi di wilayah Deli, menjadikan kota Medan pusat perdagangan dan ekonomi.

Pada masa ini, hubungan kerajaan dengan pemerintah kolonial Belanda sangat erat, meskipun juga terjadi ketegangan dalam beberapa periode.


3. Pusat Pemerintahan

Ibukota Kerajaan Deli berada di Labuhan Deli, sebelum akhirnya dipindahkan ke Medan.

Istana Maimun, yang dibangun pada tahun 1888 oleh Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, menjadi simbol kejayaan kerajaan. Istana ini masih berdiri hingga sekarang sebagai salah satu ikon budaya Medan.


4. Keruntuhan dan Warisan

Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Kerajaan Deli seperti kerajaan-kerajaan Melayu lainnya, mengalami pelemahan dan integrasi ke dalam struktur negara Indonesia.

Tahun 1946–1950, terjadi konflik Revolusi Sosial Sumatera Timur, di mana banyak bangsawan Melayu, termasuk keluarga Kesultanan Deli, menjadi sasaran.

Meskipun kekuasaan politiknya telah berakhir, Kesultanan Deli masih ada secara kultural. Sultan Deli sekarang berperan sebagai tokoh adat dan budaya.

Sultan-Sultan Terkenal Kerajaan Deli:

1. Tuanku Gocah Pahlawan (pendiri)


2. Tuanku Panglima Pasutan


3. Tuanku Panglima Gandar Wahid


4. Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah (terkenal sebagai pembangun Istana Maimun)


5. Sultan-sultan berikutnya melanjutkan peran simbolik hingga kini.


Warisan Budaya

Istana Maimun dan Masjid Raya Al-Mashun menjadi simbol warisan arsitektur dan budaya Melayu Deli.

Sastra Melayu Deli juga berkembang pesat, salah satunya lewat sastrawan seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah.


MASA KOLONIALISME
Pada tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda setelah Sultan Siak, Sultan Al-Sayyid Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Deli bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya.

Pada masa ini Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan, terutamanya tembakau, dan lain-lain. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya Istana Maimun dan Masjid Raya Medan.

Tembakau Deli merupakan komoditas unggul yang sangat bernilai jual di dunia internasional saat itu. Kemajuan perkebunan tembakau Deli berawal pada tahun 1862 ketika perusahaan Belanda, JF van Leuween, mengirimkan ekspedisi ke Tanah Deli yang kala itu diwakili oleh Jacobus Nienhuys. Setiba di Deli, mereka menemukan lokasi yang masih perawan, Deli saat itu adalah dataran rendah berawa-rawa dan mayoritas ditutupi hutan-hutan primer.

Usaha awal ini gagal, JF van Leuween memutuskan mundur setelah membaca laporan tim perusahaan, tetapi Jacobus Neinhuys tidak putus asa. Setelah mendapat konsesi tanah dari Sultan Mahmud Al Rasyid, Neinhuys menanam tembakau di Tanjung Spasi. Kali ini usahanya berasil, contoh daun tembakau hasil panen yang dikirim ke Rotterdam diakui sebagai tembakau bermutu tinggi. Sejak itulah, tembakau Deli yang bibitnya diperkirakan berasal dari Decatur County, Georgia, Amerika Serikat menjadi terkenal.

Deli Maatschappij, perusahaan perkebunan yang didirikan oleh Jacobus Neinhuys, P.W. Jenssen, dan Jacob Theodore Cremer, pada tahun 1870 telah berhasil mengekspor tembakau sedikitnya 207 kilogram. Pada tahun 1883 perusahaan ini mengekspor tembakau Deli hampir 3,5 juta kilogram, dan ditaksir nilai kekayaan perusahaan ini mencapai 32 juta gulden pada tahun 1890. Puncaknya pada awal abad ke-20 ketika Deli Maatschappij tampil sebagai "raja tembakau Deli". Diperkirakan lebih 92 % impor tembakau cerutu Amerika Serikat berasal dari Kesultanan Deli.

Sultan Ma'moen Al Rasyid (1873-1924) berusaha melakukan perubahan sistem pemerintahan dan perekonomian. Perubahan sistem ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan pembangunan pertanian dan perkebunan dengan cara meningkatkan hubungan dengan pihak swasta yang menyewa tanah untuk dijadikan perkebunan internasional. Hubungan tersebut hanya sebatas antara pemilik dan penyewa. Hasil perkebunan yang meningkat dan hasil penjualan yang sangat menguntungkan membuat pihak Belanda semakin ingin memperluas lahan yang telah ada. Pihak Belanda kemudian melakukan negosiasi baru untuk mendapatkan lahan yang lebih luas dan lebih baik lagi. Keuntungan ini tidak hanya didapati oleh pihak swasta saja, pihak kesultanan juga mendapat hasil yang sangat signifikan. Dana melimpah kesultanan saat itu digunakan untuk meperbaiki fasilitas pemerintahan, pertanian, perkebunan, dan lainnya.

No comments:

Post a Comment

TRIP MEDAN - TASIK TOBA - BRASTAGI 5 DAYS 4 NIGHTS

PESONA TRIP MEDAN – TASIK TOBA – BERASTAGI 5 HARI DAN 4 MALAM DAY 01 : AIRPORT KUALA NAMU – TASIK TOBA ( L,D ) - Mee...