Monday, June 30, 2025

TRIP MEDAN - TASIK TOBA - BRASTAGI

Pesona trip medan - tasik toba
4 hari 3 malam

Day 1: airport kuala namu - tasik toba ( l,d )
- meet and great service di airport kuala namu Medan
- naik bas dan bergerak ke tasik toba
- singgah di kedai oleh oleh teng teng tung tung tang tang
- lunch nasi padang di bandar Siantar
- singgah shalat di masjid Siantar
- tiba di hotel, rehat
- menikmati indahnya tepian tasik toba
- dinner di hotel
- free program
Day 2: tasik toba - samosir - brastagi ( b,l,d )
- shalat jamaah subuh di masjid taqwa parapat
- sarapan di hotel 
- melawat pulau samosir dengan ferry
- melawat Desa Tua Huta Siallagan, dengan atraksi Tari Tortor sigale gale
- kembali ke parapat
- shalat djuhur dan cek out 
- makan siang di kedai islam murni
- menuju simarjarunjung, air terjun sipiso piso
- masuk hotel di berastagi
- makan malam di resto puncak
Day 3: brastagi - medan ( b,l,d )
- sarapan dan cek out
- saruni cafe, lavender farm
- pasar buah brastagi
- lunch
- turun ke medan
- istana maimoon
- masjid raya medan
- masuk hotel dan dinner di hotel
- free program
Day 4: medan - airport - tour end ( b,l )
- sarapan dan cek out
- melawat pajak ikan ( pasar kain sulam )
- lunch dan bergerak ke airport
- masuk airport tour end
Sebut Harga :
*HOTEL 2 STAR*
Minima 2 pax = RM 1.000
Minima 3 pax = RM 790
Minima 4-5 pax = RM 705
Minima 6-8 pax = RM 660
Minima 9-11pax = RM 620
Minima 12-15 pax = RM 600
Minima 16-20 pax = RM 580 
Minima 21-29 pax = RM 560 free 1
Minima 30-39 pax = RM 540 free 1
Minima 40-up pax = RM 530 free 2
*HOTEL 3 STAR*
Minima 2 pax = RM 1.040
Minima 3 pax = RM 820
Minima 4-5 pax = RM 715
Minima 6-8 pax = RM 690
Minima 9-11pax = RM 650
Minima 12-15 pax = RM 630
Minima 16-20 pax = RM 610 
Minima 21-29 pax = RM 590 free 1
Minima 30-39 pax = RM 580 free 1
Minima 40-up pax = RM 570 free 2
*HOTEL 4 STAR*
Minima 2 pax = RM 1.170
Minima 3 pax = RM 950
Minima 4-5 pax = RM 855
Minima 6-8 pax = RM 810
Minima 9-11pax = RM 790
Minima 12-15 pax = RM 770
Minima 16-20 pax = RM 750
Minima 21-29 pax = RM 730 free 1
Minima 30-39 pax = RM 710 free 1

Pakej sudah termasuk :
- transportasi selama lawatan
- hotel 3 malam twin share
  - hotel 1 malam tasik toba
  - hotel 1 malam berastagi
  - hotel 1 malam medan
- tiket masuk tempat lawatan
- ferry pesiaran di tasik toba
- meals halal food
- local guide 
- tol dan parking fee
- mineral water
Pakej tiada termasuk :
- flight tiket
- optional tour
- tipping untuk tour guide dan driver

Child polition :
-Umur 0 – 2 th adalah free ( sharing bed )
-Umur 3 – 5 th adalah 50% dari bayaran dewasa ( sharing bed )
-Umur 6 – 9 th adalah 60% dari bayaran dewasa ( sharing bed )
-Umur 10 – 13 th adalah 80% dari bayaran dewasa ( extra bed )
-Umur 14 th ke atas adalah 100% sama dengan dewasa ( bed sendiri ) 

DEPOSIT :
-Pembayaran deposit adalah 30% dari total payment, di bayarkan masa booking pakej
-Apabila ada cancelation di kenakan cancelation fee :
- sebesar 50% dari deposit bila cancel 1 bulan sebelum ketibaan
- sebesar 75% dari deposit bila cancel kurang dari 1 bulan
- sebesar 100% dari deposit bila cancel kurang dari 1 minggu 

CASH PAYMENT :
- Dibayarkan pada hari pertama ketibaan

Wednesday, June 18, 2025

SEJARAH PAMALAYU DI TANAH BATAK

Jejak Indrawarman: Komandan Singhasari yang Menantang Majapahit dan Gugur di Tanah Sumatra

Menurut sumber dari tradisi Batak (meskipun masih membutuhkan rujukan historis yang kuat), nama Indrawarman muncul sebagai komandan pasukan Kerajaan Singhasari yang dikirim ke wilayah Sumatra. Misi utamanya adalah memperluas pengaruh Singhasari, sesuai dengan kebijakan ekspansionis kerajaan pada masa itu.

Namun, sejarah mencatat bahwa Indrawarman mengambil langkah berbeda dari rencana pusat kekuasaan. Alih-alih kembali ke Jawa atau tunduk pada penguasa penerus Singhasari, yaitu Kerajaan Majapahit, Indrawarman memilih menetap dan mendirikan kerajaan baru yang dikenal dengan nama Kerajaan Silo di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Simalungun, Sumatra Utara.

Ketika Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada sedang giat melaksanakan Sumpah Palapa tekad suci untuk menyatukan Nusantara maka pada tahun 1339, Majapahit mengirimkan ekspedisi militer ke Sumatra. Pasukan tersebut dipimpin oleh Adityawarman, seorang tokoh bangsawan Majapahit yang ditugaskan sebagai wakil raja di wilayah barat.

Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Silo berhasil ditaklukkan. Indrawarman diberitakan gugur dalam serangan tersebut, menandai berakhirnya perlawanan lokal terhadap dominasi Majapahit di wilayah Sumatra Timur.

Yang menarik, dalam sejumlah kisah legenda, Indrawarman disebut tidak pernah kembali ke tanah Jawa, berbeda dengan tokoh Mahisa Anabrang pemimpin Ekspedisi Pamalayu yang kembali ke Jawa pada tahun 1293. Perbedaan ini membuat sejumlah sejarawan kesulitan untuk menyamakan kedua tokoh tersebut sebagai satu orang yang sama.

Jejak sejarah ini memperkaya narasi Nusantara akan keberanian, pembangkangan, dan semangat mendirikan kekuasaan lokal, sekaligus memperlihatkan bagaimana Majapahit secara sistematis menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil demi menggenapi cita-cita persatuan wilayah kepulauan.

Sumber : Wikipedia 

#SejarahNusantara
#KerajaanSilo
#Indrawarman
#EkspedisiMajapahit
#Adityawarman
#SumpahPalapa
#WarisanSejarahSumatra

BATAK KARO

BATAK KARO

Suku Batak Karo adalah salah satu sub-suku dari kelompok etnis Batak yang mendiami wilayah Sumatera Utara, khususnya di daerah dataran tinggi Karo. Berikut adalah ringkasan sejarah Batak Karo:
_____________________________________________

1. Asal Usul

Suku Karo merupakan bagian dari rumpun Batak, namun memiliki bahasa, adat, dan struktur sosial yang khas. Mereka menempati wilayah Kabupaten Karo, sebagian Deli Serdang, Langkat, dan Tanah Karo (sekitar dataran tinggi Karo dan kaki Gunung Sinabung).

Terdapat dua teori utama tentang asal usul Batak Karo:

Teori Lokal: Menyebutkan bahwa nenek moyang orang Karo berasal dari dataran tinggi Karo itu sendiri, dan berkembang menjadi masyarakat agraris dengan sistem kekerabatan dan adat yang kuat.

Teori Migrasi: Mengaitkan asal-usul Karo dengan migrasi dari wilayah Asia lainnya, termasuk India Selatan atau Indocina, karena adanya pengaruh budaya Hindu dan Buddhis kuno dalam tradisi dan nama-nama marga tertentu.
---

2. Sistem Sosial

Suku Karo memiliki sistem marga (merga) yang sangat penting dalam struktur sosial mereka. Terdapat lima marga induk, yang disebut Merga Silima:

1. Karo-karo
2. Ginting
3. Perangin-angin
4. Sembiring
5. Tarigan

Dalam masyarakat Karo, marga menentukan aturan pernikahan (harus menikah di luar marga), posisi dalam adat, dan sistem pewarisan.

---
3. Pengaruh Hindu dan Budaya India

Sebelum masuknya agama Kristen dan Islam, masyarakat Karo banyak dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan kepercayaan animisme. Bukti pengaruh ini bisa dilihat dalam upacara adat, nama-nama marga (seperti Sembiring Brahmana), dan praktik spiritual.

---

4. Masa Penjajahan Belanda

Pada masa kolonial Belanda, dataran tinggi Karo sempat sulit dijangkau karena medan berat dan perlawanan dari masyarakat lokal. Namun, Belanda kemudian berhasil menguasai wilayah ini, terutama karena kepentingan ekonomi seperti perkebunan tembakau di daerah Deli. Masuknya pemerintahan kolonial membawa serta misionaris Kristen, yang kemudian menyebarkan agama Kristen Protestan dan Katolik ke masyarakat Karo.

---

5. Agama dan Kepercayaan

Saat ini, agama yang dianut oleh masyarakat Karo sangat beragam:

Kristen Protestan (banyak dari GKPI dan GBKP)

Katolik

Islam (terutama di dataran rendah)

Sebagian kecil masih memegang kepercayaan tradisional Pemena

---
6. Budaya dan Adat

Karo memiliki tradisi seni dan budaya yang kaya, antara lain:

Tari Landek

Pakaian adat (ulos Karo yang disebut "uis")

Rumah adat Karo (berbentuk panggung dengan atap melengkung tinggi)

Upacara perkawinan, kematian, dan ritual adat yang sakral

---
Falsapah dan kekerabatan
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu, yang artinya secara metaforik adalah Tungku Nan Tiga, yang berarti Ikatan yang Tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah Sangkep Nggeluh (Kelengkapan Hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

Kalimbubu
Anak Beru
Sembuyak

Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi istri.

Anak Beru yaitu keluarga yang mengambil atau menerima istri.

Sembuyak adalah keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.



Orang Karo mempunyai salam khas yaitu Mejuah-juah atau lengkapnya adalah mejuah-juah kita kerina yang memiliki arti sehat-sehat kita semua, baik-baik kita semua, kedamaian, kesehatan, kebaikan untuk kita semua.

    • oleh pihak kalimbubu-nya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak Beru Tua juga berfungsi sebagai Anak Beru Singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat
    • Anak Beru Cekoh Baka Tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubu-nya. Anak Beru Cekoh Baka Tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah Anak Beru Cekoh Baka Tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga Bere-bere Mama.
  1. Anak Beru Menteri, yaitu anak berunya si anak beru. Asal kata Menteri adalah dari kata Minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubu-nya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut Anak Beru Singkuri, yaitu anak beru-nya si Anak Beru Menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
Kesenian

Orang Karo mempunyai beberapa kebudayaan tradisional, mulai dari kesenian (sastra), dan tari tradisional. Beberapa tari tradisional Karo adalah:

Piso Surit
Tari Lima Serangkai
Tari Terang Bulan
Tari Baka
Tari Ndikkar
Tari Ndurung
Tari Tongkat
Tari Sigundari
Tari Mbuah Page
Tari Tiga Sibolangit
Pantun
Petatah petitih
Petuah
Syair (bersyair)
Senandung/nandung (dendang)
Gendang
Guro Aron-aron
Gurindam
Anding-andingen
Kuan-kuanen
Bilang-bilang (ratapan)
Cakap Lumat
Dengang Duka
Gundala Gundala
Tari sambut/tari penyambutan/tari persembahan (Tari Mejuah-juah)
Seni bela diri (Silat Karo)

Seni bela diri orang karo merupakan Silat Karo yang dalam bahasa Karo disebut ndikar. Kata tersebut mulai jarang digunakan masyarakat Karo sehingga kini asing terdengar. Masyarakat Karo dewasa ini cenderung menyebutnya dengan nama Silat Karo saja.

Kata ndikar untuk penamaan bela diri/silat dalam bahasa Karo kadang kerap disamakan dengan kata pandikar. Kata ndikar hanya untuk menyebut silat/bela diri, sedangkan pandikar merupakan seseorang yang mempunyai ilmu bela diri yang tinggi atau bisa juga orang yang mendalami ilmu bela diri dan memiliki ilmu bela diri.

Kuliner karo
Kuliner Karo banyak ragamnya, salah satu yang terkenal adalah babi panggang karo, sering disingkat sebagai BPK. Babi panggang karo dibuat dengan cara memanggang babi yang sebelumnya telah diberi bumbu khas, yang di dalamnya terdapat tuba atau andaliman. Umumnya orang Karo yang menjual babi panggang karo di warung makan ataupun restoran, namun tidak jarang juga ditemukan orang non-Karo yang juga menjual hidangan tersebut seperti orang Batak Toba, Nias, dan lain-lain.

Kuliner Karo lainnya meliputi: kidu-kidu, manuk getah, arsik nurung mas, cimpa, unung-unung, cincang bohan, pagit-pagit, trites, gule kuta-kuta (gulai ayam kampung), tasak telu, mi keling, bihun bebek, bika ambon, lemang Karo, cipera, anyang pakis, gule bulung gadung, dan lain-lain.

Minuman
Selain makanan, minuman khas Karo pun banyak macam ragamnya. Minuman yang terkenal adalah susu kitik, yaitu teh susu telur khas Karo. Minuman ini umumnya disajikan di warung kopi di daerah Karo.

Tuesday, June 17, 2025

RUMAH BOLON BATAK TOBA

RUMAH BOLON, BATAK TOBA - HUTA SIALAGAN
Salam pariwisata, 
Kami dari pesona jejak wisata tour and travel, berkunjung ke Pulau Samosir, tepatnya ke kampung SIALAGAN / HUTA SIALAGAN.
Dimana Huta / Kampung ini Berjarak sekitar 300 m dari dermaga.

Huta Siallagan, sebuah kawasan cagar budaya peninggalan budaya Batak Toba dengan latar belakang Rumah Bolon. Huta Siallagan tepatnya berada di Desa Siallagan Pinda Raya. Setelah direvitalisasi dan menempati area 11.000 m2, Huta Siallagan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2022 lalu.

Revitalisasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2020-2021 itu menghabiskan dana Rp 30 miliar. Penataan ini meliputi sejumlah pekerjaan, mulai revitalisasi Rumah Bolon Eksisting, penataan Ekstensi Rumah Bolon, Rumah Bolon Baru, pusat souvenir, Batu Persidangan, Sopo Anting, hingga sarana dan prasarana pendukung lainnya.
Setibanya kami di Huta Siallagan –huta artinya “desa” atau permukiman—pandangan pertama mata kami menyaksikan sederetan rumah adat Batak. Menurut sejarah, Huta Siallagan dibangun pada masa pemerintahan pemimpin Huta pertama, yakni Raja Laga Siallagan. Setelah itu dilanjutkan oleh pewarisnya yakni Raja Hendrik Siallagan, hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan.

Saat ini, sejumlah keturunan dari Raja Siallagan masih berada di sini, khususnya di Desa Siallagan Pinda Raya. Seorang tour guide bernama Bagus  menerima kedatangan rombongan kami. Bagus  dengan ramah memberi penjelasan, bahkan seringkali diselingi dengan canda dan senyuman. Orangnya ramah dan rendah hati.
“Siapa pun yang masuk rumah orang Batak harus tundukkan kepala sebagai tanda hormat, termasuk presiden dan jenderal,” ujar bagus dengan nada yang tegas.
Tari Tortor
Saat rombongan kami datang, kami menyaksikan rombongan wisatawan lain sedang dipandu untuk menari Tortor dengan gerakan yang tidak terlalu sulit untuk ditirukan. Kedua telapak tangan diangkat setinggi bahu digerakkan ke kiri dan ke kanan, dan badan kadang memutar. Kepada para penari itu diberikan kain ulos untuk diselempangkan pada pundaknya masing-masing. Kepada mereka juga diberikan talitali atau topi khas Batak. Seusai menari, mereka diminta memberi donasi seikhlasnya.

PARA wisatawan sedang dipandu untuk menari tortor.
Tarian itu pula yang akhirnya juga dilakukan oleh Tamu Pesona Jejak Wisata, rombongan dari Malaysia. Saat melakukan tarian ini, para penari diiringi oleh musik gondang. Musik ini menghadirkan semangat bagi wisatawan yang menari. Tarian Tortor adalah tari daerah Batak yang mengandung makna komunikasi. Karenanya pula di area untuk menari terdapat Patung Sigalegale yang juga memiliki sejarah terkait tari tortor ini.


Patung Sigalegale adalah kesenian masyarakat Batak sejak dulu. Menurut legenda dulu ada anak dari seorang raja yang meninggal. Raja sangat sedih ditinggal anaknya sehinggga para pengurus kerajaan membuat patung menyerupai anaknya dan digerakkan dengan bantuan kekuatan gaib di masanya. Akirnya raja pun bahagia hingga sembuh dari sakitnya.

Saat ini, kekuatan gaib pada Patung Sigalegale itu dimodifikasi dengan tali dan digerakkan oleh sang “dalang” atau “operator yang tersembunyi”. Tarian ini diperkirakan telah ada sejak zaman Batak purba. Pada masa itu, tarian tortor dijadikan sebagai tari persembahan bagi roh leluhur. Nama tari ini berasal dari kata tor tor, yakni bunyi hentakan kaki penari di lantai papan rumah adat Batak.


Ada pendapat dari seorang praktisi dan pecinta tari tortor, Togarma Naibaho. Tujuan tari ini dulunya adalah untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, hiburan atau pesta muda-mudi.


Meski berasal dari Batak, ternyata jika ditelusuri tarian ini mendapat pengaruh dari India, bahkan lebih jauh lagi tarian ini juga memiliki kaitan dengan budaya Babilonia. 


Ada pendapat yang memperkirakan jika tari tortor ada sejak abad ke-13 Masehi dan telah menjadi bagian dari kebudayaan Batak. Pendapat ini disampaikan oleh mantan anggota anjungan Sumatera Utara periode 1973-2010 sekaligus parkar tortor.
Batu Persidangan
Area Huta Siallagan dikelilingi oleh tembok batu berukuran 1,5 – 2 m. Bangunan tembok dan dindingnya terbuat dari batu dengan struktur rapi. Tembok itu sendiri pernah dilengkapi dengan benteng pertahanan dan bambu runcing untuk melindungi desa dari binatang buas dan juga serangan dari suku lain.

BATU Persidangan di Huta Siallagan.
Memasuki kawasan Huta Siallagan, sejumlah rumah adat Batak Rumah Bolon dan Sopo segera terlihat oleh para wisatawan. Sementara bangunan yang menjadikan Huta Siallagan istimewa ialah adanya sekumpulan kursi batu besar yang dipahat melingkari meja batu. Kumpulan artefak furnitur batu ini disebut Batu Parsidangan atau Batu Persidangan yang artinya “Batu untuk Pertemuan dan Ujian”. Batu-batu ini diyakini sudah berusia lebih dari 200 tahun. Kemudian, di tengah-tengah Huta Siallagan terletak pohon Hariara (Tin atau Ara). Pohon ini dianggap sebagai pohon suci oleh warga sekitar. (Wikipedia.org)

Pada zaman dulu, dijelaskan pula oleh  Bagus tour guide huta siallagan, Batu Persidangan menjadi tempat mengadili pelaku kejahatan seperti mencuri, membunuh, memperkosa, dan mata-mata musuh. Bagi pelaku kejahatan ringan diberikan sanksi berupa hukuman pasung. Kejahatan berat diberi hukuman pancung. Hari pelaksanaan hukuman dilakukan ketika si pelaku dalam keadaan lemah. Pelaku kejahatan pada masa itu umumnya dilakukan oleh penduduk yang memiliki ilmu hitam.

TEMPAT pemasungan atau penjara bagi penjahat yang terbukti bersalah dalam persidangan adat. 
Menurut Bagus local guide kami, apa pun persoalan yang dihadapi orang Batak harus dimusyawarahkan. Keputusan akhir bukan oleh raja tapi oleh lima pengacara yang menghadiri persidangan itu. Budaya adat ini pula yang pada gilirannya menginspirasi masyarakat Batak untuk menekuni ilmu hukum sehingga mereka banyak yang berprofesi sebagai pengacara atau penasihat hukum. 



ASAL USUL LELUHUR BATAK

KOSMOLOGI ORANG BATAK
Orang Batak memiliki kosmologi  tentang penciptaan bumi dan manusia. Mitologi Batak mengenal alam terbagi atas tiga banua, yakni Banua Ginjang atau dunia atas, Banua Tonga atau dunia tengah dan Banua Toru atau dunia bawah.

Titik awal kehidupan berada di Banua Ginjang. Di sana, tinggal Ompu Debata Mulajadi Na Bolon bersama tiga dewa ciptaannya. Batara Guru, Soripada, dan Mangalabulan serta para keturunannya.

Alkisah, Siboru Deak Parujar, anak Perempuan Batara Guru, ditunangkan dengan anak laki-laki Mangalabulan, Raja Odapodap. Namun, Siboru Deak Parujar menolak. Berupaya menunda pernikahan dengan alasan ingin menyelesaikan tujuh tenunan benang terlebih dahulu. Ompu Debata Mulajadi Na Bolon mengetahui itu hanya siasat Deak Parujar.

Ompu Debata lalu melemparkan gumpalan benang tersebut. Ingin menyelamatkan benang milikinya, Deak Parujar pun ikut melompat.

Meskipun Siboru Deak Parujar hidup terombang-ambing jauh dari Banua Ginjang, ia enggan untuk kembali. Pun begitu, Deak Parujar memohon agar Ompu Mulajadi Na Bolon mau memberikan segengam tanah sekadar tempat berpijak. Permintaan itu dikabulkan. Dari segenggam tanah, Deak Parujar membentuk daratan yang saban hari semakin lebar.Tempat tinggal Deak Parujar dikenal sebagai Banua Tonga.

Rintangan dan berbagai persoalan dilewatinya. Termasuk saat Naga Padoha, penghuni Banua Toru, mengganggunya. Deak Parujar memilih terus menetap di Banua Tonga.

Takdir tak dapat terelakkan. Deak Parujar yang lama hidup kesepian pada akhirnya setuju menikah dengan Raja Odapodap. Laki-laki yang sekuat tenaga ditolaknya saat masih hidup di Banua Ginjang. Pasangan ini dikaruniai sepasang anak dengan nama Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia. Beberapa generasi setelahnya, lahirlah Siraja Batak, leluhur orang Batak.

Kisah ini masih dipercaya oleh masyarakat Batak. Eksistensi Siraja Batak hadir lewat tarombo atau pohon silsilah garis keturunan marga-marga. Meskipun tarombo yang dituliskan secara turun temurun terkadang mengaburkan garis batas antara mitos dan realitas.

Suku Batak merupakan salah satu kelompok etnis terbesar di Indonesia yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Dalam suku Batak, ada sistem penamaan marga yang khas dan jadi identitas keluarga.
Marga ini akhirnya diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga ada silsilah dalam keluarga Batak yang perlu diketahui. Disebut juga dengan Tarombo, hubungan kekerabatan ini perlu dipahami oleh banyak orang.

Mengenal Tarombo
Dikutip dari laman Budaya Indonesia, Tarombo si Raja Batak (silsilah garis keturunan suku bangsa Batak) bermula dari individu yang bernama Raja Batak. Bertempat tinggal di lereng Pusuk Buhit, Sianjur Mulamula sehingga tempat ini dikenal dengan asal-muasalnya.

 TAROMBO / SEJARAH MASYARAKAT BATAK
Si Raja Batak mempunyai dua orang putra, yakni:

1. Tuan Doli
2. Raja Isumbaon

kemudian Tuan Doli mempunyai lima orang putra, yaitu:

1. Raja Biakbiak (Raja Uti)
2. Saribu Raja
3. Limbong Mulana
4. Sagala Raja
5. Silau Raja

Untuk Putri, ada empat orang, yaitu:

1. Si Boru Pareme (menikah dengan Tuan Sariburaja, saudaranya)
2. Si Boru Anting Sabungan (menikah dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isumbaon)
3. Si Boru Biding Laut, (dipercayai seperti Nyi Roro Kidul)
4. Si Boru Nan Tinjo (tidak menikah)

Selanjutnya dalam Tarombo Batak, keturunan dari si Raja Batak dibagi atas dua golongan besar yakni:

1. Golongan Tatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan Perempuan, disebut juga golongan Hula-hula= Marga Lontung
2. Golongan Isombaon = Golongan Matahari = Golonga Laki-laki, disebut juga Golongan Boru= Marga Sumba

Penjabaran Marga-marga Batak

1. Raja Biak-biak (Raja Uti)
Pernah memimpin Tanah Batak dan beliau memandatkan ponakannya atau Bere Sisimangaraja, namun tetap berpusat pada Raja Uti.

2. Saribu Raja
Putra kedua dari Guru Tatea Bulan, dengan adik kandungnya yakni Si Boru Pareme yang dilahirkan marpohas (anak kembar berlainan jenis)

Dari Saribu Raja langsung mempunyai putra pertama yakni Si Raja Lontung dan Si Raja Borbor:

a. Si Raja Lontung
Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu:
Putra:
1. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
2. Sinaga raja, keturunannya bermarga Sinaga.
3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
4. Toga Nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.

Putri :
1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing.
2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.

B. Si Raja Borbor
Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor.

Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra. Ini dia asal-usul marga tersebut:

1. Datu Dalu (Sahangmaima).
2. Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.
3. Harahap, keturunannya bermarga Harahap.
4. Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.
5. Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.
6. Simargolang, keturunannya bermarga Imargolang.
Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :
1. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.
2. Tinendang, Tangkar.
3. Matondang.
4. Saruksuk.
5. Tarihoran.
6. Parapat.
7. Rangkuti.

3. Limbong Mulana
Putra ketiga dari Guru Tatea Bulan ini punya dua orang putra yaitu Palu Onggang dan Langgat Limbong. Untuk keturunan Langgat Limbong ada tiga orang. Ada yang bermarga Sihole, Habeahan, dan Limbong.

4. Sagala Raja
Selanjutnya untuk putra keempat dari Guru Tatea Bulan juga memakai marga Sagala dalam keturunannya.

5. Silau Raja
Terakhir ada Silau Raja sebagai putra kelima dari Guru Tatea Bulan mempunyai empat orang putra, yakni:

1. Malau
2. Manik
3. Ambarita
4. Gurning

Baiklah, demikian informasi singkat terkait silsilah dan nama marga di suku Batak. Untuk itu, masih ada juga informasi silsilah yang perlu kamu ketahui sesuai margamu. Semoga bermanfaat

Artikel ini ditulis oleh Elisabeth Christina Hotmaria Simanjuntak, Mahasiswa Peserta Magang Merdeka di detikcom

Monday, June 16, 2025

OLEH OLEH MEDAN

"kek ambon" dalam konteks makanan khas Indonesia, biasanya merujuk ke kue bika ambon — kue tradisional Indonesia yang terkenal dengan teksturnya yang berserat dan rasa manis legit, terbuat dari santan, telur, gula, dan fermentasi tape singkong atau ragi.

Meskipun namanya “Ambon,” kue ini sebenarnya berasal dari Medan, Sumatra Utara.

Bika Ambon Medan adalah salah satu kue khas Indonesia yang sangat terkenal, terutama berasal dari kota Medan, Sumatra Utara. Meskipun ada kata “Ambon” di namanya, kue ini tidak berasal dari kota Ambon di Maluku — ini sering bikin bingung orang!
Asal usul Bika Ambon
Hingga saat ini, belum studi sosiokultur tunggal tentang asal muasal dari bika ambon.

Namun, ada beberapa versi yang berkembang mengenai sejarah kue Bika Ambon. Menurut penjelasan M Muhar Omtatok, seorang budayawan dan sejarawan, kue bika ambon terilhami dari Bika atau Bingka makanan khas Melayu. Selanjutnya, bingka tersebut dimodifikasi dengan bahan pengembang berupa nira/tuak enau hingga berongga dan berbeda dari kue bika asalnya. Selanjutnya, M. Muhar Omtatok menyebutkan bahwa kue ini disebut bika ambon karena pertama kali dijual dan populer di simpang Jl. Ambon-Sei Kera Medan.

Versi lain menyebutkan bahwa kata "Ambon" dalam bika ambon adalah akronim dari Amplas Kebon sebagaimana orang medan suka menyingkat kata,Dialek medan. Kisahnya; Pada zaman kolonial Belanda, para imigran yang tinggal di Daerah Amplas sisi timur sungai (Amplas Kebon) membuat kue bikang kemudian dijual ke Kota Medan dan selanjutnya menjadi populer karena diminati oleh warga Belanda dan Tionghoa kala itu. Selain itu, ada juga versi yang menyatakan bahwa (tidak cukup meyakinkan) zaman dahulu ada orang Ambon yang membawa kue bingka ke Malaysia dan selanjutnya menjadi sebutan. Versi terakhir mengaitkan kata "Ambon" adalah kosakata Medan yang berarti "lembut" Namun, istilah ini sudah jarang digunakan.

Ciri Khas Bika Ambon:

Tekstur berlubang/berserat (berpori), kenyal, dan empuk.

Rasa manis gurih dengan aroma harum dari daun pandan, serai, dan santan.

Terbuat dari bahan dasar: tepung tapioka, telur, santan, gula, dan fermentasi menggunakan ragi atau tape singkong.


Proses Pembuatan:

1. Adonan difermentasi selama beberapa jam (biasanya 6–12 jam) agar menghasilkan pori-pori khas.

2. Dipanggang di loyang khusus hingga bagian luar agak garing dan berwarna coklat keemasan.


Varian Rasa:

Selain rasa original, kini banyak varian rasa kekinian seperti:

Pandan
Durian
Keju
Coklat
Pandan keju

Tips Menikmati:

Enak disajikan hangat atau suhu ruang.

Cocok jadi oleh-oleh khas Medan (banyak toko oleh-oleh menjualnya, seperti Zulaikha, Aroma, Erika dll).






Sunday, June 15, 2025

KERAJAAN MELAYU DELI

KERAJAAN MELAYU DELI

Kerajaan Melayu Deli adalah sebuah kerajaan Melayu yang pernah berdiri di wilayah Sumatera Timur, khususnya di daerah yang sekarang menjadi bagian dari Medan, Sumatera Utara. Kerajaan ini memiliki peran penting dalam sejarah dan perkembangan budaya Melayu di kawasan tersebut.
didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli yang mana Raja dinobatkan oleh Datuk Sunggal (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Pulau Sumatra, Republik Indonesia). Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.

Berikut adalah ringkasan sejarah Kerajaan Melayu Deli:
1. Asal Usul dan Pendiriannya

Kerajaan Deli berasal dari pecahan Kesultanan Aceh. Sekitar awal abad ke-17, wilayah Sumatera bagian timur, termasuk Deli, berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam.

Pendiri Deli adalah Tuanku Gocah Pahlawan, seorang bangsawan keturunan India–Arab yang diutus oleh Sultan Aceh untuk mengatur wilayah Deli.

Ia diangkat sebagai penguasa pertama Deli sekitar tahun 1630 dengan gelar Laksamana Raja di Laut.
Menurut Hikayat Deli, seorang pemuka Aceh bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam Kesultanan Aceh. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudera Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah Sungai Lalang-Percut.
Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun 1632. Setelah Dalik meninggal pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Kota Medan.

Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 1720 menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya Kesultanan Serdang. Setelah itu, Kesultanan Deli sempat direbut Kesultanan Siak dan Aceh.
Setelah kekuasaannya menguat dan Aceh mulai melemah, Deli perlahan-lahan menjadi lebih otonom dan akhirnya menjadi kerajaan sendiri.


2. Perkembangan dan Kemakmuran

Pada abad ke-18 hingga ke-19, Kerajaan Deli mengalami perkembangan pesat:

Deli menjadi kerajaan kaya karena perkebunan tembakau yang sangat terkenal, terutama Tembakau Deli yang berkualitas tinggi dan diekspor ke Eropa.

Banyak pengusaha Belanda yang berinvestasi di wilayah Deli, menjadikan kota Medan pusat perdagangan dan ekonomi.

Pada masa ini, hubungan kerajaan dengan pemerintah kolonial Belanda sangat erat, meskipun juga terjadi ketegangan dalam beberapa periode.


3. Pusat Pemerintahan

Ibukota Kerajaan Deli berada di Labuhan Deli, sebelum akhirnya dipindahkan ke Medan.

Istana Maimun, yang dibangun pada tahun 1888 oleh Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, menjadi simbol kejayaan kerajaan. Istana ini masih berdiri hingga sekarang sebagai salah satu ikon budaya Medan.


4. Keruntuhan dan Warisan

Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Kerajaan Deli seperti kerajaan-kerajaan Melayu lainnya, mengalami pelemahan dan integrasi ke dalam struktur negara Indonesia.

Tahun 1946–1950, terjadi konflik Revolusi Sosial Sumatera Timur, di mana banyak bangsawan Melayu, termasuk keluarga Kesultanan Deli, menjadi sasaran.

Meskipun kekuasaan politiknya telah berakhir, Kesultanan Deli masih ada secara kultural. Sultan Deli sekarang berperan sebagai tokoh adat dan budaya.

Sultan-Sultan Terkenal Kerajaan Deli:

1. Tuanku Gocah Pahlawan (pendiri)


2. Tuanku Panglima Pasutan


3. Tuanku Panglima Gandar Wahid


4. Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah (terkenal sebagai pembangun Istana Maimun)


5. Sultan-sultan berikutnya melanjutkan peran simbolik hingga kini.


Warisan Budaya

Istana Maimun dan Masjid Raya Al-Mashun menjadi simbol warisan arsitektur dan budaya Melayu Deli.

Sastra Melayu Deli juga berkembang pesat, salah satunya lewat sastrawan seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah.


MASA KOLONIALISME
Pada tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda setelah Sultan Siak, Sultan Al-Sayyid Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Deli bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya.

Pada masa ini Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan, terutamanya tembakau, dan lain-lain. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya Istana Maimun dan Masjid Raya Medan.

Tembakau Deli merupakan komoditas unggul yang sangat bernilai jual di dunia internasional saat itu. Kemajuan perkebunan tembakau Deli berawal pada tahun 1862 ketika perusahaan Belanda, JF van Leuween, mengirimkan ekspedisi ke Tanah Deli yang kala itu diwakili oleh Jacobus Nienhuys. Setiba di Deli, mereka menemukan lokasi yang masih perawan, Deli saat itu adalah dataran rendah berawa-rawa dan mayoritas ditutupi hutan-hutan primer.

Usaha awal ini gagal, JF van Leuween memutuskan mundur setelah membaca laporan tim perusahaan, tetapi Jacobus Neinhuys tidak putus asa. Setelah mendapat konsesi tanah dari Sultan Mahmud Al Rasyid, Neinhuys menanam tembakau di Tanjung Spasi. Kali ini usahanya berasil, contoh daun tembakau hasil panen yang dikirim ke Rotterdam diakui sebagai tembakau bermutu tinggi. Sejak itulah, tembakau Deli yang bibitnya diperkirakan berasal dari Decatur County, Georgia, Amerika Serikat menjadi terkenal.

Deli Maatschappij, perusahaan perkebunan yang didirikan oleh Jacobus Neinhuys, P.W. Jenssen, dan Jacob Theodore Cremer, pada tahun 1870 telah berhasil mengekspor tembakau sedikitnya 207 kilogram. Pada tahun 1883 perusahaan ini mengekspor tembakau Deli hampir 3,5 juta kilogram, dan ditaksir nilai kekayaan perusahaan ini mencapai 32 juta gulden pada tahun 1890. Puncaknya pada awal abad ke-20 ketika Deli Maatschappij tampil sebagai "raja tembakau Deli". Diperkirakan lebih 92 % impor tembakau cerutu Amerika Serikat berasal dari Kesultanan Deli.

Sultan Ma'moen Al Rasyid (1873-1924) berusaha melakukan perubahan sistem pemerintahan dan perekonomian. Perubahan sistem ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan pembangunan pertanian dan perkebunan dengan cara meningkatkan hubungan dengan pihak swasta yang menyewa tanah untuk dijadikan perkebunan internasional. Hubungan tersebut hanya sebatas antara pemilik dan penyewa. Hasil perkebunan yang meningkat dan hasil penjualan yang sangat menguntungkan membuat pihak Belanda semakin ingin memperluas lahan yang telah ada. Pihak Belanda kemudian melakukan negosiasi baru untuk mendapatkan lahan yang lebih luas dan lebih baik lagi. Keuntungan ini tidak hanya didapati oleh pihak swasta saja, pihak kesultanan juga mendapat hasil yang sangat signifikan. Dana melimpah kesultanan saat itu digunakan untuk meperbaiki fasilitas pemerintahan, pertanian, perkebunan, dan lainnya.

TRIP PADANG - ACEH - MEDAN - PEKANBARU

Pesona Medan Aceh 
7day 02night 
DAY 01: SUMBAR - MEDAN ( D )
- Pagi hati persiapan keberangkatan ke Medan bermalam di Bus 
- makan malam di lokal resraurant

DAY 02 : MEDAN ACEH 
- Setelah sarapan & mandi di lokal restaurant perjalanan kita lanjutkan jutlan ke Aceh 
- bermalam di Bus

Day 03 ARRIVAL ACEH TOUR ( B - L - D ) 
- Setelah sarapan pagi di lokal restaurant 
- tour kita mulai ke museum stunami, museum kapal sangkut , Mesjid baiturahman dan pantai lempu'uk C/i hotel Aceh

Day 04 : SABANG TOUR - MEDAN
- Setelah sarapan pagi di hotel C/O hotel
- persiapan menaiki ferry ke pulau weh ( Sabang ) 
- tour ke titik Nol ( 0 ) KM Indonesia, pantai rubiah dan puncak / top view sabang, 
- sebelum sore kembali ke Banda Aceh 
- perjalanan kita lanjutkan ke Medan bermalam di bus

DAY 05 : ARRIVAL MEDAN ( B - L - D )
- sarapan di perjalanan
- Menjelang siang sampai Medan 
- Makan siang dan C/i hotel Medan
- Sore nya city tour Medan Shopping mall
- mesjid raya Medan
- makan malam free program

DAY 06 : MEDAN - PEKANBARU - SUMBAR
- Setelah sarapan pagi di hotel tour ke Istana maimoon
- perjalanan kita lanjutkan ke Pekanbaru
- solat zohor do mesjid tebing tinggi / mesjid raya kisaran
- perjalanan ke Pekanbaru bermalam do Bus

DAY 07 PEKANBARU - SUMBAR
- Setelah mandi di lokal restuarant / mesjid annur Pekanbaru
- tour Pekanbaru, belanja di pasar bawah & Salahsatu mall yg ada di Pekanbaru
- Setelah solat zohor perjalanan kita lanjutkan ke Sumbar
- Sebelum tengah malam sampai di sumbar tour selesai

SEJARAH BATAK

TRADISI LAMA BATAK

Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakannya. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap sebagai kaya tondi.[butuh rujukan]

Dalam memoir Marco Polo yang sempat melakukan ekspedisi di pesisir timur Sumatra dari bulan April sampai September 1292, menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia". 

Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, tetapi dia bisa menceritakan ritual tersebut.[butuh rujukan]


Niccolò Da Conti (1395–1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian besar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414–1439), mencatat kehidupan masyarakat disana. Dia menulis sebuah deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam bagian pulau, disebut Batech, masyarakatnya hidup dengan berperang terus-menerus kepada tetangga mereka ".[31][32] Hal yang sama juga dicatat oleh William Marsden dalam bukunya History of Sumatra, yang menyatakan bahwa pedagang Minangkabau menjual senjata yang dibuat di Salimpaung kepada masyarakat di utara yang suka berperang.

Kunjungan yang sama oleh Nathan Ward, Meers, dan Burton pada tahun 1828 mencatat dalam jurnalnya bahwa tindakan kanibalisme terjadi bukan karena kekurangan makanan, selera yang aneh, dendam pribadi, takhayul ataupun kehormatan militer. Kebiasaan kanibalisme ini lebih sebagai bentuk penghormatan kepada keadilan di tengah-tengah masyarakat dan amarah kepada pelaku kriminal.


Pendapat ini diambil karena pada sistem hukum suku Batak pada masa itu memiliki hukuman kanibalisme pada pelaku kriminal. Beberapa contoh yang mereka ketahui ialah orang yang ketahuan melakukan perampokan akan dibunuh secara publik dengan pisau atau kancing sumbu yang nanti akan dimakan secara ramai-ramai. 

Untuk pria yang berselingkuh, maka dia akan dimakan dengan memotong bagian tubuhnya sepotong-sepotong tanpa dibunuh terlebih dahulu. Para tawanan perang dan pria yang mati saat perang akan dimakan ramai-ramai, kecuali bila hanya dua desa saja yang berperang. Pada kunjungan ini, mereka mendengar bahwa 20 orang telah dimakan dalam satu hari dan tengkoraknya disimpan. Orang-orang tersebut merupakan penduduk yang tinggal di sekitar pinggir pantai yang sering menjarah para penumpang kapal yang mereka anggap sudah keterlaluan.

Thomas Stamford Raffles pada tahun 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan. Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".

Para dokter Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang ia sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, ia tiba di sebuah desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.

Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud untuk menakut-nakuti pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali agar mendapatkan pekerjaan baik sebagai tukang pundak bagi pedagang maupun sebagai tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.


Oscar von Kessel mengunjungi Silindung pada tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup-hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk beberapa hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan jeruk nipis harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.

Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh kemudian didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam makan malam publik besar ".

Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.[42] Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal abad ke-20, dan tampaknya kemungkinan bahwa adat tersebut telah jarang dilakukan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.

Menurut Franz Wilhelm Junghuhn, dalam bukunya yang berjudul Die Battaländer auf Sumatra, kemungkinan ritual kanibalisme suku Batak hanyalah kabar angin yang ingin menakuti Belanda agar tidak berani memasuki tanah Batak.

TAMBO / TAROMBO 
Silsilah atau tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak tersesat (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.[butuh rujukan]

Aksara Batak
Artikel utama: Surat Batak
Aksara dasar (ina ni surat) dalam tulisan Bahasa Batak merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/. Terdapat 19 aksara dasar yang dimiliki semua varian aksara Batak, sementara beberapa aksara dasar yang hanya digunakan pada varian tertentu. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:

Bentuk-bentuk di atas merupakan bentuk yang digeneralisasi, tidak jarang suatu naskah menggunakan varian bentuk aksara atau tarikan garis yang sedikit berbeda antara satu sama lainnya, tergantung dari daerah asal dan media yang digunakan.

Aksara i (ᯤ) dan u (ᯥ) hanya digunakan untuk suku kata terbuka, misal pada kata ina ᯤᯉ dan ulu ᯥᯞᯮ. Untuk suku kata tertutup yang diawali dengan bunyi i atau u, digunakanlah aksara a (ᯀ atau ᯁ) bersama diaktirik untuk masing-masing vokal, misal pada kata indung ᯀᯉᯪ᯲ᯑᯮᯰ dan umpama ᯀᯔᯮ᯲ᯇᯔ.

Kalender Batak
Nama bulan[butuh rujukan]
No Penanggalan (Toba) Penanggalan (Karo) Lama Hari
No/bulan toba.   / bulan karo               / hari
1 /Sipaha sada  / Paka sada (Kambing)/ 30
2 / Sipaha dua / Paka dua (Lembu) / 29
3 / Sipaha tolu / Paka telu (Gaya) /  30
4 / Sipaha opat / Paka empat (Padek) / 29
5 / Sipaha lima / Paka lima (Arimo) / 30
6 / Sipaha onom / Paka enem (Kuliki) /29
7 / Sipaha pitu / Paka pitu (Kayu)/  30
8 / Sipaha ualu /Paka waluh (Tambok) /29/30
9 /Sipaha sia / Paka siwah (Gayo) /29/30
10 /Sipaha sampulu /Paka sepuluh (Baluat)/ 29
11 /Sipaha li /Paka sepuluh sada (Batu) /30
12 /Sipaha hurung / Paka sepuluh dua (Binurung) /29
13 / Lamadu / (30)
Total 353–355/(383–384)

Penanggalan[butuh rujukan]
Hari Penamaan hari (Toba) Penamaan hari (Karo) Penamaan hari (Simalungun)
Hari/toba.  / karo. ,/ simalungun
1/ Aditia / Aditia /Aditia
2 / Suma /Suma /Suma
3 / Anggara/  Nggara/ Anggara
4 /Muda / Budaha / Mudaha
5 /Boraspati / Beraspati /Boraspati
6 /Singkora /Cukra Enem / Berngi Sihora
7 / Samisara /Belah Naik / Samisari
8 / Artia ni Aek / Aditia Naik/  Aditia Turun
9 /Suma ni Mangadop /Suma Siwah /Suma ni Siah
10/ Anggara Sampulu / Nggara Sepuluh/ Anggara ni Sapuluh
11 /Muda ni Mangadop / Budaha Ngadep/ Mudaha ni Mangadop
12 /Boraspati ni Mangadop /Beraspati Tangkep /Boraspati ni Takkop
13/ Singkora ni Purnama /Cukra Dudu (Lau)/ Sihora Duduk (Bah)
14 /Samisuru ni Purasa/ Belah Purnama Raya/ Samisara Purnama Raya
15 /Tula /Tula /Tula
16 /Suma ni Holom /Suma Cepik /Suma ni Holom
17 /Anggara ni Holom/ Nggara Enggo Tula/ Anggara ni Tula/
18 /Muda ni Holom /Budaha Gok /Mudaha (Gok)
19 /Boraspati ni Holom /Beraspati 19/ Boraspati 19
20 /Singkora Maraturun /Cukra Si 20/ Sihorasi 20
21 /Samisara Maraturun/ Belah Turun/ Samisara Maraturun
22 /Aditia ni Angga /Aditia Turun /Aditia Turun
23 /Suma ni Mate/ Sumana Mate /Suma ni Mate
24/ Anggara ni Begu/ Nggara Simbelin/ Anggarana (Bod)
25 /Muda ni Mate/  Budaha Medem/ Mudaha (Bod)
26 /Boraspati ni Gok/ Beraspati Medem/ Boraspati (Bod)
27 /Singkora Dudu /Cukrana Mate/ Sihora 27
28 /Samisara Bulan Mate /Mate Bulan /Matei ni Bulan/
29/ Hurung Dalin /Bulan Dalan/ ni Bulan
30 /Ringkar /Sami Sara/ Rikkar

Salam khas Batak
Tiap etnis Batak memiliki salam khasnya masing masing. Beberapa salam yang biasa dituturkan oleh tiap etnis adalah:[butuh rujukan]

Angkola dan Mandailing: “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
Karo: “Mejuah-juah Kita Krina!”
Pakpak: “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
Simalungun: “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
Toba: “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” atau "Horas Tondi Matogu, Pir Ma Tondi Madingin!"


TRIP PADANG - MEDAN PEKANBARU 5 HARI

Pesona liburan sumatera utara ( toba - berastagi - medan )


Hari 1 : sumbar - parapat ( ms, mm ) Berangkat hari Padang Sumbar pagi hari menuju danau toba, bermalam di perjalanan, ishoma utk sholat dan makan. Bermalam dalam perjalanan. 

Hari 2 : tiba di parapat tour - samosir - berastagi ( sp, ms, mm ) 
Subuh sampai di parapat - danau toba, ishoma di lokal restaurant. Kemudian menyeberang ke samosir, mengunjungi desa Tomok, ambarita dan batu gantung, kembali ke dermaga, makan siang dan mengunjungi : puncak simarjarunjung, air terjun sipiso piso, berastagi, makan malam dan masuk hotel, free program. 

Hari 3 : berastagi - medan ( sp, ms, mm ) Sarapan dan belanja oleh2 buah2an di pasar buah berastagi, bergerak menuju medan, makan siang, mengunjungi masjid raya medan, istana maimoon, belanja oleh oleh medan. Makam malam dan masuk hotel. Menginap di medan. 

Hari 4 : medan - pekan baru ( sp, ms, mm ) Sarapan dan cek out, belanja oleh oleh, dan berangkat ke pekan baru, ishoma di lokal resto, bermalam di perjalanan 

Hari 5 : tiba di pk baru - sumbar ( sp, ms ) Subuh ishoma di lokal resto, pagi hari kita masuk di pekanbaru, mengunjungi masjid an Nur, pasar bawah dan berangkat kembali ke sumbar /ada / padang. Makan siang di lokal resto, sore tiba di padang. Tour end 

Paket sudah termasuk : 
- transportasi dgn bus pariwisata 
- hotel sesuai pilihan selama 2 malam 
- objek wisata program 
- tour guide selama tour 
- kapal wisata di danau toba 
- makan sesuai program 
- Parkir 

 Paket tidak termasuk : 
- pengeluaran pribadi 
- penambahan program 
- tipping utk tour guide dan sopir.

ORANG BATAK

Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia, tetapi tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Sumatra Utara. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda (Neolitikum).[5] Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.[butuh rujukan]
Pada awal abad ke-11 Kerajaan Chola menyerang Sriwijaya, dan banyak pedagang Tamil yang kemudian bermukim di Barus.[6] Mereka berdagang kapur barus yang diusahakan oleh petani-petani dari pedalaman. Kapur barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-14, Barus diserang pasukan Minangkabau.
Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir barat Sumatra. Sebagian pedagang Tamil itu ada yang berpindah ke dataran tinggi Karo dan menjadi cikal bakal beberapa marga Karo.

Pada masa berikutnya, perdagangan kapur barus mulai dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.

Berdasarkan penuturan dari seorang kepala suku di Silindung saat kunjungan tiga misionaris dari Baptist Missionary Society, yaitu Nathaniel Ward, Evans Meers, dan Richard Burton pada tahun 1824, orang-orang Batak dipercaya merupakan kelompok pertama yang menetap di Pulau Sumatra. Tradisi mengenai negeri asal mereka tidak dapat diketahui lagi, selain bahwa negeri itu berada jauh di timur samudra. Awalnya, orang-orang Batak itu mendarat di sekitar wilayah timur dari Danau Toba. Mereka akhirnya bermukim di daerah tepian danau karena telah mendapatkan kenyamanan yang di ada di daerah itu. 

Setelah penduduk bertambah banyak, beberapa di antara mereka berpindah ke daerah Silindung, sebagian berpindah ke daerah Dairi di utara, dan selebihnya ke daerah Angkola di selatan. Orang-orang Batak di Angkola ini kemudian berangsur-angsur berpindah ke daerah Minangkabau. Mereka percaya bahwa sultan dari Kerajaan Pagaruyung merupakan anak ketiga dari Alexander Agung.

Sebelum kedatangan Belanda, kepala-kepala suku berada di bawah pemerintahan Kerajaan Pagaruyung, dan mereka mengirimkan upeti secara teratur kepada sultan melalui perantaranya di Barus. 

Setelah Belanda berhasil menaklukkan pasukan Padri, wilayah Tapanuli dimasukkan ke dalam bagian administrasi Sumatra's Westkust yang berpusat di Padang.

Identitas Batak populer dalam sejarah Indonesia modern setelah bergabungnya para pemuda dari Angkola, Mandailing, Karo, Pakpak, Simalungun, dan Toba dalam organisasi Jong Batak di tahun 1926.

Organisasi ini memiliki satu kesepahaman:

Bahasa Batak kita begitu kaya akan puisi, pepatah, dan pribahasa yang mengandung satu dunia kebijaksanaan tersendiri. Bahasanya sama dari utara ke selatan, tapi terbagi jelas dalam berbagai dialek. Kita memiliki budaya sendiri, aksara sendiri, seni bangunan yang tinggi mutunya yang sepanjang masa tetap membuktikan bahwa kita mempunyai nenek moyang yang perkasa. Sistem marga yang berlaku bagi semua kelompok penduduk negeri kita menunjukkan adanya tata negara yang bijak. Kita berhak mendirikan sebuah persatuan Batak yang khas, yang dapat membela kepentingan kita dan melindungi budaya kuno itu 

saudara semarga . Diistilahkan, manat mardongan tubu.[butuh rujukan]
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.[butuh rujukan]
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.[butuh rujukan]

Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja ni Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Dalam memoir Marco Polo yang sempat melakukan ekspedisi di pesisir timur Sumatra dari bulan April sampai September 1292, menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia".

Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, tetapi dia bisa menceritakan ritual tersebut

Falsafah dan Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, asas, sekaligus sebagai struktur dalam sistem kemasyarakatan yakni Dalihan Na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Na Tolu menurut keenam puak Batak:[butuh rujukan]

Dalihan Na Tolu (Batak Toba):
- Somba Marhula-hula
- Manat Mardongan Tubu
- Elek Marboru

Dalian Na Tolu (Batak Angkola dan Mandailing):
- Hormat Marmora
- Manat Markahanggi
- Elek Maranak Boru

Tolu Sahundulan (Batak Simalungun):
- Martondong Ningon Hormat, 
- Sombah Marsanina Ningon Pakkei, 
- Manat Marboru Ningon Elek, 

Pakkei Rakut Sitelu (Batak Karo):
- Nembah Man Kalimbubu
- Mehamat Man Sembuyak
- Nami-nami Man Anak Beru

Daliken Sitelu (Batak Pakpak):
- Sembah Merkula-kula
- Manat Merdengan Tubuh
- Elek Marberru

Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari istri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).[butuh rujukan]

Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.[butuh rujukan]

Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.[butuh rujukan]
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.[butuh rujukan]

Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja ni Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Saturday, June 14, 2025

SUKU MANDAILING

DANAU TOBA

Danau Toba terbentuk sebagai akibat dari letusan gunung berapi super masif berkekuatan VEI 8 sekitar 69.000 sampai 77.000 tahun yang lalu  memicu perubahan iklim global. Metode penanggalan terkini yang berakurat menetapkan letusan tersebut terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu.
Letusan ini merupakan letusan eksplosif terbesar di Bumi dalam 25 juta tahun terakhir. Menurut teori bencana Toba, letusan ini berdampak besar bagi populasi manusia di seluruh dunia; dampak letusan menewaskan sebagian besar manusia yang hidup waktu itu dan diyakini menyebabkan penyusutan populasi di Afrika Timur-Tengah dan India sehingga memengaruhi genetika populasi manusia di seluruh dunia sampai sekarang.

Letusan ini menciptakan kaldera raksasa yang kemudian menjadi danau yang indah. 
Danau Toba (Surat Batak: ᯖᯀᯬ ᯖᯬᯅ, translit. Tao Toba) adalah danau alami berukuran besar di Sumatera Utara, Indonesia yang terletak di kaldera gunung supervulkan. Danau ini memiliki panjang 100 kilometer (62 mil), lebar 30 kilometer (19 mi), dan kedalaman 508 meter (1.667 ft). 
Danau ini terletak di tengah pulau Sumatra bagian utara dengan ketinggian permukaan sekitar 900 meter (2.953 ft). Danau ini membentang dari 2.88°N 98.52°E sampai 2.35°N 99.1°E. Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia sekaligus danau vulkanik terbesar di dunia.
Lebih detail, letusan tersebut memiliki kekuatan Vulcanic Explotion Index (VEI) 8, yang menandakan letusan yang sangat dahsyat. Material vulkanik dan abu menyebar hingga ribuan kilometer, menyebabkan perubahan iklim global, termasuk penurunan suhu bumi. 

Selain letusan vulkanik, legenda lokal juga berperan dalam menjelaskan asal-usul Danau Toba. Cerita rakyat menceritakan tentang Toba, seorang petani yang mendapatkan ikan yang kemudian berubah menjadi seorang wanita cantik. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai seorang anak bernama Samosir. 
Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita ini adalah pentingnya mematuhi perintah orang tua dan menghargai janji. 

Letusan supervulkanik Gunung Toba dan legenda Toba membentuk dua sisi sejarah Danau Toba yang saling melengkapi, memberikan gambaran tentang sejarah geologis dan budaya lokal. 

Danau Toba sendiri memiliki luas sekitar 100 kilometer dan lebar 30 kilometer, serta titik terdalamnya mencapai lebih dari 505 meter. Danau ini menjadi danau vulkanik terbesar di dunia dan danau terbesar di Indonesia. 

Selain sejarahnya yang menakjubkan, Danau Toba juga menjadi destinasi wisata yang populer di Sumatera Utara, menawarkan keindahan alam yang memukau, Pulau Samosir di tengahnya, serta budaya Batak yang kaya. 

Kompleks kaldera Toba di Sumatera Utara merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan. Kaldera Toba merupakan kaldera dengan letusan terbaru dari zaman kuarter dengan ukuran panjang 100 km dan lebar 30 km serta merupakan kaldera termuda keempat di dunia. Diperkirakan terdapat 2.800 km3 material piroklastik dense-rock equivalent (DRE) yang dikenal sebagai tuff Toba Termuda (Youngest Toba Tuff, YTT) dan dikeluarkan lewat sebuah letusan yang menjadi salah satu letusan gunung api terbesar dalam sejarah geologi Bumi baru-baru ini. Dua buah setengah kubah kebangkitan muncul setelah letusan yang kini menjadi Pulau Samosir dan Blok Uluan, dipisahkan oleh sebuah graben membujur yang menjadi Selat Latung.[3][8]
Setidaknya terdapat empat kerucut vulkanik, empat gunung api strato, dan tiga kawah yang dapat diamati di dan di sekitar Danau Toba. Salah satu kerucut yaitu Kerucut Tandukbenua terletak di sisi barat laut kaldera dan hanya ditumbuhi oleh vegetasi berkepadatan rendah yang menunjukkan bahwa peristiwa pembentukannya relatif baru. Di sebelah barat danau, terdapat Dolok Pusubukit masih aktif mengeluarkan

Sebagian besar penduduk yang tinggal di sekitar Danau Toba adalah suku Batak. Rumah tradisional Batak dapat dikenali dari bentuk atapnya (ujungnya melengkung ke atas seperti perahu) dan warna cerah.

Penduduk sekitar juga banyak menggantungkan hidup dengan mengembangkan perikanan air tawar. Dulu, wajah Desa Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison yang dikenal sebagai tujuan wisata di Simalungun menjadi sentra ikan air tawar. Di sana, menurut sebuah laporan, belasan truk yang mengangkut puluhan ton ikan mas dan nila mondar-mandir di jalan desa.

Flora di danau ini meliputi berbagai jenis fitoplankton, makrofita kecil, makrofita mengambang, dan makrofita terbenam, sedangkan daratan sekitarnya ditutupi hutan hujan, termasuk jenis hutan pinus tropis Sumatra di daerah pegunungan yang lebih tinggi.[24]

Fauna di danau ini meliputi beberapa spesies zooplankton dan hewan bentos. Karena danau ini oligotrof (tidak kaya nutrien), ikan aslinya tergolong langka. Hanya ada dua ikan endemik di danau ini, yaitu Rasbora tobana (bisa disebut hampir endemik karena juga ditemukan di sungai-sungai yang bermuara di danau ini) dan Neolissochilus thienemanni, biasa disebut ikan Batak. 

Spesies yang disebutkan terakhir itu terancam oleh deforestasi (penyebab siltasi), polusi, perubahan ketinggian air, dan spesies ikan baru yang didatangkan ke danau ini.[26] Spesies ikan asli lainnya adalah Aplocheilus panchax, Nemacheilus pfeifferae, Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus, Barbonymus gonionotus, Barbonymus schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, Betta taeniata, dan Monopterus albus. Spesies ikan pendatang meliputi Anabas testudineus, Oreochromis mossambicus, Oreochromis niloticus, Ctenopharyngodon idella, Cyprinus carpio, Osphronemus goramy, Trichogaster pectoralis, Trichopodus trichopterus, Poecilia reticulata, dan Xiphophorus hellerii

TRIP MEDAN - TASIK TOBA - BRASTAGI 5 DAYS 4 NIGHTS

PESONA TRIP MEDAN – TASIK TOBA – BERASTAGI 5 HARI DAN 4 MALAM DAY 01 : AIRPORT KUALA NAMU – TASIK TOBA ( L,D ) - Mee...